Selasa, 17 November 2009

Sajian Nyentrik Lele "Mohawk"

Sajian kuliner tidak hanya tergantung pada rasa, tampilan juga penting diperhatikan. Misalnya, sajian lele pada penjaja kaki lima cenderung membosankan dan tidak menarik. Kantin Oma yang di Cideng Barat no. 8, Jakarta Pusat, menyiasati sajian lele dengan sentuhan fesyen yang tengah tren, sehingga dikenal dengan Lele Mohawk.


Berbeda dengan tampilan kaki lima pada umumnya, sajian pecel lele kantin Oma sedikit nyentrik. Terinspirasi gaya rambut bangsa indian, sajian lele ditampilkan dengan bentuk irisan daging berpola seperti rambut "Mowhak". "Kenapa dikasih nama Mowhak, karena saya coba buat yang beda dengan sajian yang sering kita makan dikaki lima," tutur sang pemilik Kantin Oma, Muhammad Aditya kepada Republika Online, baru-baru ini.

Diakui Aditya,, tampilan Mowhak bukanlah sekedar gaya saja melainkan sebuah teknik pemotongan daging lele guna memudahkan bumbu lebih meresap. Ketika lele direndam dalam bumbu, hasil irisan membantu menyerap dan hasilnya usai digoreng bumbu terasa melekat.

Selain masalah resapan bumbu, teknik itu juga berpengaruh pada tekstur daging ketika dimasak. Daging lele terasa lebih lembut dan kesan amis tidak terasa. Lembutnya irisan daging dibantu dengan kecermatan sewaktu menggoreng. Selain daging yang lembut, tulang kepala lele juga terasa kremes. "Saya hanya cukup mendengar suara gemelitik ketika lele digoreng. Dari situ, saya tahu kapan Lele harus diangkat atau belum," kata dia.

Terkait masalah bumbu, Adit mengaku tidak memilliki resep istimewa. Bumbu yang digunakan sama dengan penyajian umumnya yakni Lele direndam bumbu yang terdiri dari bawang putih, ketumbar, garam dan kunyit serta jeruk nipis.

Selain tampilan dan rasa, hal lain yang membedakan adalah sambal. Soal sambal, Pecel Lele karya Adit memiliki resep jitu membuat sambal yang menggugah selera penikmat pecel lele.

Seperti biasa, bahan dasar sambal terdiri dari cabai, bawang merah, terasi, sedikit tomat dan garam. Pertama kali yang dilakukan, bahan-bahan dasar digoreng terlebih dahulu termasuk terasi. Lantas, usai digoreng baru diulek. Keseimbangan bahan dasar dan kualitas ulekan menjadi kunci sedapnya sambal.

Usai sambal dibuat, maka sajian diperlengkap dengan irisan daun timun dan poh-pohan. Khusus daun poh-pohan, memang sengaja digunakan Adit sebagai pengganti daun kemangi. Daun poh-pohan diyakini Adit memiliki kandungan kalsium sangat tinggi dan penambah cita rasa . Selain itu, dari segi rasa memang jauh berbeda dengan daun kemangi. Perbedaan terasa ketika daun poh-pohan dicolek bersama sambal lalu nasi dan lele, coba anda bayangkan sendiri.

Selain tampilan dan sajian sambal, perbedaan lain, Adit berani menjamin sajian lele miliknya tidak menggunakan vetsin. Disinilah letaknya perbedaan menikmati sajian lele kaki lima dengan kantin Oma.

Nikmat belum tentu mahal, dengan merogoh kocek 8 ribu rupiah anda menikmati sajian lele Kantin Oma. Bagi pengunjung yang gemar lele pun bisa nambah nasi sepuasnya bila dirasa kurang.

Tak hanya itu, kantin oma juga menyediakan fasilitas Wifi maka tak heran terkadang kantin oma dijadikan sarana untuk rapat atau pertemuan dengan karyawan sekitar lokasi kantin Oma. Makan lele sembari berselancar di dunia maya tentu sangat menyenangkan. (cr2/rin)

Sumber :
http://www.republika.co.id/berita/58663/Sajian_Nyentrik_Lele_Mohawk
26 Juni 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar